Tuesday, August 31, 2010
Alangkah Lucunya (Negeri Ini)
Mengambil tajuk yang sama dengan film Dedi Mizwar : Alangkah Lucunya (Negeri Ini)
Sejarah pernah mencatat, dan dunia pun mengakui, bahwa B.J Habibie adalah salah satu manusia jenius di muka bumi. Melanjutkan kuliah di Jerman, lulus dengan predikat summa cumlaude, lalu menjadi insiyur sekaligus ilmuwan yang disegani di Jerman. Temuan-temuan penting di bidang penerbangan muncul dari pemikirannya. Kembali ke Indonesia atas panggilan Presiden Soeharto, menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi sekaligus otak IPTN. Keunggulan teknologi Indonesia mulai tampak dan tinggal menunggu waktu sebelum negara lain mulai kita tinggalkan.
Tahun 1997 Habibie masuk ke ranah politik menjadi Wakil Presiden RI. Ketika Orde Baru runtuh dan Soeharto lengser, otomatis Habibie menjadi presiden republik ini. Lalu, dengan alasan lepasnya Timor Timur dari Indonesia, Habibie dituduh melanggar konstitusi tertinggi : UUD 1945. Habibie juga dicitrakan sebagai antek Orde Baru. Kondisi di dalam negeri masih saja carut marut, intrik-intrik politik yang semakin kotor, akhirnya Habibie memutuskan kembali ke Jerman. Dan karena hal ini, dia dianggap tidak nasionalis. Ah, dilecehkan di negeri sendiri tapi disegani dan dihormati di negeri orang.
Sri Mulyani Indrawati, lulusan FE UI lalu melanjutkan ke University of Illinois, US. Pernah menduduki jabatan penting di IMF sebelum dipanggil kembali ke Indonesia oleh Presifen SBY. Masuk dalam kabinet SBY sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas. Tak lama kemudian menjadi menteri keuangan, jabatan penting di republik ini. Sri Mulyani menggagas reformasi birokrasi di Departemen Keuangan. Indonesia yang sejak merdeka belum pernah memiliki laporan keuangan, dalam 2 tahun kepemimpinannya dibuat mampu memilikinya. Perjalanan panjang perbaikan struktur dan kinerja Departemen Keuangan yang berujung pada remunerasi. Pengakuan akan keberhasilan reformasi di depkeu justru datang dari luar negeri. (Hal penting tentang remunerasi: Remunerasi tidak semata-mata berupa gaji dan tunjangan (reward) besar saja, tetapi juga tentang tuntutan dan target kinerja yang sangat berat, dengan punishment yang tegas terhadap setiap kesalahan).
Saat dunia mengalami krisi global pada akhir 2008, Indonesia masih mampu bertahan ketika negara-negara lain, bahkan sekaliber Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, justru kolaps.
Ketika SBY terpilih kali kedua menjadi presiden, Sri Mulyani kembali dipercaya menjadi menteri keuangan. Baru beberapa bulan menjabat, menggulirlah kasus Bank Century. Sri Mulyani dan Wapres Boediono dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap kasus tersebut. Kasus tentang kebijakan keuangan negara yang akhirnya berubah menjadi permainan politik legislatif. Kasus yang sebetulnya debatable.
Di tengah permainan politik dan intrik-intrik yang semakin tak masuk akal, datang tawaran dari World Bank kepada Sri Mulyani. Dia ditawari menjadi Managing Director yang menguasai 3 kawasan: Amerika Latin dan Karibia, Afrika Utara dan Timur Tengah, dan Asia Timur. Telah terindikasi bahwa Sri Mulyani telah mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden SBY dan menerima tawaran World Bank, sehingga per 1 Juni dia resmi berkantor di Washington sebagai salah satu jajaran senior di sana.
Ketika negeri ini tidak mampu mengapresiasi dan tidak mau mengakui kompetensi yang dimiliki putera-puteri terbaiknya, maka petaka macam apa lagi yang masih sanggup kita tanggung. Berapa banyak ilmuwan-ilmuwan kita yang justru berprestasi dan dihormati di luar negeri. Di negerinya sendiri mereka tidak memperoleh kesempatan dan justru menjadi bulan-bulanan orang yang tidak senang dengan kelebihan mereka. Berapa banyak insiyur perminyakan lulusan kampus-kampus terbaik Indonesia yang justru bekerja untuk Petronas atau mengadu nasib ke negara lain.
Kita masih susah untuk menyamakan tujuan dan saling melengkapi untuk membangun Indonesia yang kita cintai ini. Saling sikut untuk menjadi yang terdepan. Bukannya saling rangkul untuk sama-sama membentuk barisan di depan, sebagai garda yang melindungi bangsa ini. Sudah saatnya kita semua bersikap dewasa. Terlalu lama bangsa ini bermain-main dalam kubangan yang sama. Sampai lupa untuk segera bangkit, beranjak, lalu lari sekencang-kencangnya.
Ah, kadang kita tertawa melihat tingkah konyol orang-orang (yang mengaku) penting di negara ini. Satu-satunya hiburan yang bisa kita nikmati ketika tidak ada lagi kabar positif tentang Indonesia. Tapi, sampai kapan kita mampu tertawa?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment